PASAL 40 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
BERSIFAT KONTRA PRODUKTIF SEHINGGA PERLU DIREKONSTRUKSI
Oleh Heri Suprapto
Tanggal 10-11 September 2006, diselenggarakan
Lokakarya Perwakafan Masyarakat Kampus kerjasama antara Departeen Agama RI cq.
Biro Perencanaan Deparetem Agama RI dengan Universitas Islam Indonesia di
Kampus Pusat UII Jl. Kaliurang KM 14 Yogyakarta.
Lokakarya
tersebut diikuti oleh 40 orang peserta utusan Perguruan Tinggi di Yogyakarta
serta utusan lembaga-lembaga kemasyarakatan, baik pondok pesantren maupun ormas
Islam.
Topik
pembahasan selama lokakarya adalah, bagaimana mengoptimalkan fungsi wakaf paska
lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang WAKAF, sebab selama ini fungsi
wakaf masih belum dirasakan manfaatnya bagi kesejahteraan ummat seperti di
Mesir dan negara timur tengah lainnya. Meskipun demikian untuk kasus Indonesia
bukan berarti sama sekali belum dapat dioptimalkan. Pondok Moderen Darussalam
Gontor di Ponorogo, dan Pondok Pesantren Az Zaitun merupakan 2 institusi yang
telah berhasil mengoptimalkan fungsi wakaf sebagaimana yang diharapkan.
Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf merupakan hal yang menggembirakan, mengingat selama ini perwakafan di
Indonesia hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977. Dalam undang-undang ini pengertian wakaf
sudah berubah samasekali, demikain juga mengenai benda yang dapat diwakafkan
sebagaimana diatur pada Pasal 16 ayat (1) huruf a dan b, bahwa harta benda
wakaf itu tidak hanya tanah milik, tetapi dapat berupa benda tidak bergerak dan
benda bergerak. Hal ini yang menjadi landasar lahirnya istilah wakaf tunai. Leh
jauh mengenai pengertian benda tidak bergerak dan benda bergerak dijelaskan
dalam Pasal 16 ayat (2) dan (3).
Luas tanah
wakaf menurut data Departemen Agama adalah sebanyak 403.845 lokasi dengan luas
1.566.627.406 m². Dari jumlah tersebut 75% telah bersertipikat dan 10%
mempunyai potensi ekonomi tinggi, disamping masih banyak yang masih belum
terdata.
Pada
kesempatan tersebut, Drs. H. Ahmad Djunaidi, MM, Kepala Biro Perencanaan
Deparetem Agama RI melontarkan gagasan Pemberdayaan Tanah Wakaf bagi tanah
wakaf yang berpotensi ekonomi tinggi, dengan model lantai pertama untuk
pertokoan, lantai kedua untuk pertokoan, dan lantai ketiga untuk mesjid. Bahkan
menyediakan untuk pilot projek di 10 propinsi dengan anggaran Rp. 1 milyar per
unit, sedang untuk tingkat kabupaten per unit senilai Rp. 500.000,- Hal
tersebut merupakan kebijakan yang perlu di apresiasi secara positif.
Lahirnya
undang-undang wakaf ini bukan berarti tidak mengandung permasalahan.
Permasalahannya justru terletak pada salahsatu pasal pokok dari undang-undang
ini, yaitu Pasal 40, sehingga pasal ini harus segera mendapat perbaikan, karena
sangat kontra produktif dengan pasal-pasal lainnya, termasuk dengan kebijakan
Departemen Agama untuk Pemberdayaan Tanah wakaf.
Isi Pasal 40
ini adalah, harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang; dijadikan
jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihakan dalam
bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal tersebut
sangat limitative, sehingga kalau terjadi di lapangan ada tanah wakaf yang
sulit sekali diusahakan, sudah tertutup rapat-rapat untuk pemberdayaannya.
Sebab selama ini pintu darurat yang dijadikan solusi, yaitu lembaga ruislag (tukar
guling) telah ditutup dengan bunyi Pasal 40 huruf f, dilarang ditukar.
Sementara
pengecualian terhadap Pasal 40 huruf f ini, diatur dalam Pasal 41 yang hanya
memberikan kecuali kepada kepentingan pemerintah, yaitu boleh ditukar apabila
objek wakaf ini diperlukan untuk kepentingan umum sesuai dengan RUTR berdasarkan
undang-undang dan tidak bertentangan dengan kepentingan syariah.
Di sisi lain,
Pasal 40 ini baru mengatur terhadap benda tidak bergerak saja, sementara untuk
benda bergerak, undang-undang ini belum ada pengaturannya.
Akhirnya
penulis mengusulkan 2 opsi, pertama undang-undang tersebut diperbaiki lagi
dengan perubahan undang-undang, atau kedua dengan mengeluarkan PP-nya yang
lengkap. Dengan adanya perbaikan tersebut diharapkan dapat memotovasi umat
Islam untuk dapat tergerak tanpa kendala yang tidak perlu dalam mengoptimalkan
harta wakaf.
Biodata Penulis:
Nama: Heri Suprapto, S.Ag
Pekerjaan: Guru MTs N Borobudur
Mata Pelajaran yang diampu : Fiqih, SKI, Qur’an Hadits dan
TIK
Pendidikan:
Sedang menyelesaikan S2 Ilmu Agama Islam UII Yogyakarta
Alamat: Dendengan
RT. 03 Rw.01 Ds. Bojong, Mungkid ,
Magelang . 56551
Telp: (0293) 788237
HP. 081227409594